Selasa, 03 Februari 2015

Kloning Anggrek


Sifat dasar manusia adalah cenderung tidak puas dan banyak keinginan/kemauan, ketika telah menemukan/memiliki suatu silangan anggrek yang cantik/menarik/subur/sehat, maka pada saat itu pula keinginan pula untuk memiliki dalam jumlah banyak. 
Dampak bisnis sangat mendorong lebih kencang lagi untuk memiliki/menghasilkan suatu tanaman yang secara genetik identik dengan induknya dengan proses aseksual. 
Dalam dunia ilmu pengetahuan sudah lama dikenal dengan “Cloning” adalah satu cara dari reproduksi vegetataif, dimana reproduksi vegetatif adalah cara reproduksi makhluk hidup secara aseksual (tanpa adanya peleburan sel kelamin jantan dan betina), dengan harapan mengharapkan tetap cepat prosesnya, dan ciri-ciri genetiksama.
Untuk Indonesia umumnya, khususnya untuk bidang anggrek (bagi kami:petani anggrek) ini merupakan hal yang penting untuk disosialisasikan, pada akhirnya kita harus membumikan kepada kalangan petani anggrek.
Reproduksi vegetatif buatan atau perbanyakan vegetatif dalam pertanian dan botani merupakan sekumpulan teknik untuk menghasilkan individu baru tanpa melalui perkawinan. 
Dalam keanggrekan sudah lama kita kenal dengan stek batang untuk jenis anggrek vanda tanah, keiki/tunas anakan untuk beberapa jenis anggrek lainnya. Klon sebenarnya adalah salinan penuh dari individu induknya karena mewariskan semua karakteristik genetik maupun fenotipik dari induknya. 
Pada tumbuhan, klon seringkali telah mencapai tingkat kedewasaan tertentu sewaktu ditanam sehingga biasanya disukai oleh petani karena waktu tunggu untuk dimulainya produksi dapat dipersingkat.
 Tanaman buah-buahan dapat mulai menghasilkan dalam dua atau tiga tahun dengan kloning, sementara melalui biji petani harus menunggu paling cepat empat tahun ditambah risiko perubahan sifat akibat penggabungan dua sifat induk jantan dan betinanya.
Sudah lama penanggrek memanfaatkan “teknik kultur jaringan” prinsip perbanyakan tumbuhan secara vegetatif. 
Berbeda dari teknik perbanyakan tumbuhan secara konvensional, teknik kultur jaringan dilakukan dalam kondisi aseptik di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu. Karena itu teknik ini sering kali disebut kultur in vitro.
 Dikatakan in vitro (bahasa Latin), berarti “di dalam kaca” karena jaringan tersebut dibiakkan di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu. Teori dasar dari kultur in vitro ini adalah Totipotensi,
 teori ini mempercayai bahwa setiap bagian tanaman dapat berkembang biak karena seluruh bagian tanaman terdiri atas jaringan-jaringan hidup, sehingga semua organisme baru yang berhasil ditumbuhkan akan memiliki sifat yang sama persis dengan induknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar